KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmatnya
kepada kelompok kami sehingga atas berkat dan rahmat serta karunia-Nyalah
kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tarif Pajak
PPh badan”.
Terima kasih kami sampaikan juga
kepada dosen Perpajakan 2 yang
telah memberikan materi bagi kami untuk mengerjakan tugas ini, sehingga kami
menjadi lebih mengerti dan memahami tentang Tarif Pajak PPh badan tk lupa kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada seluruh pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung
telah membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini baik mendukung secara moril
maupun materil.
Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perpajakan 2 di Fakultas Ekonomi Universitas Widya Gama.
Ibarat pepatah “Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, maka begitu pulalah dengan
halnya makalah ini, walaupun kami telah berusaha semaksimal mungkin, akan
tetapi kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, saran dan kritik tetap kami harapkan
demi perbaikan makalah ini. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.
Lumajang, 12 Desember 2016
Penulis
,
Daftar
Isi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... 1
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHLUAN
1.
Latar Belakang ................................................................................. 3
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Badan....................................................................................
4
B. Wajib Pajak Badan.................................................................................
4
C.
Pajak Penghasilan Badan.......................................................................
4
D.
Kewajiban Wajib Pajak Badan dalam
Perpajakan............................. 5
E. Hak Wajib
Pajak Badan dalam Perpajakan........................................
9
F. Saat
Terutang, Penyetoran dan
Pelaporan PPh Badan...................... 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 11
BAB
1
PENDAHLUAN
1. Latar Belakang
Pajak secara
bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian
serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai
keperluan negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara
langsung yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan
kesejahteraan bangsa dan negara. Dengan
semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun
internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri
juga meningkat. Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam
negeri dimana wajib pajak badan ini
merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu
pajak penghasilan badan.
Dalam hal
menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat pembukuan untuk
menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam perpajakan, pembukuan juga wajib
dibuat oleh wajib pajak yang berbentuk badan untuk mempermudah menghitung
pajaknya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban
dan hak wajib pajak badan dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari
wajib pajak badan.
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Badan
Menurut UU
No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka
3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
B.
Wajib Pajak
Badan
Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah
mendaftarkan diri untuk memproleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
C. Pajak
Penghasilan Badan
Pada pasal 1
UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap
subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak.
Pajak
Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP.
Adapun subjek dari PPh Badan yaitu :
1. Wajib Pajak
Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
2. Wajib Pajak
Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
BUT di Indonesia, dan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia.
Yang menjadi
objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
D. Kewajiban
Wajib Pajak Badan dalam Perpajakan
Berikut kewajiban dari Wajib Pajak Badan :
1. Kewajiban mendaftarkan diri
Dalam hal ini mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak) dan apabila wajib pajak badan melakukan kegiatan penyerahan barang kena
pajak dan atau jasa kena pajak atau ekspor barang kena pajak yang terutang PPN
berdasarkan UU PPN 1984, maka wajib pajak badan tersebut memiliki kewajiban
untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Untuk wajib pajak badan
atau pengusaha kecil yaitu selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan
atau JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp600.000.000,- (enam
ratus juta rupiah) maka tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali
pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Jadi, apabila
peredaran brutonya lebih dari 600 juta maka wajib mengukuhkan diri menjadi PKP.
Pada pasal 2 ayat (4) UU KUP, “Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau
mengukuhkan PKP secara jabatan apabila WP atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
2. Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan.
Sebagaimana terdapat pada pasal 28 ayat (1) UU KUP, yaitu WP orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP badan di
Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. Menurut UU
No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pembukuan adalah
proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mendapatkan data &
informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal,
penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau
jasa yang terutang maupun yang tidak terutang PPN, yang dikenakan PPN dengan
tarif 0% (nol persen) dan yang dikenakan PPnBM, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan penghitungan rugi/laba pada saat tahun pajak
berakhir.
·
Ketentuan
mengenai Pembukuan :
Pembukuan
tersebut harus diselenggarakan dengan:
a. memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya.
b.
harus
diselenggarakan di Indonesia, dengan menggunakan huruf latin, angka Arab,
satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
asing yang diizinkan oleh Menkeu,
c.
diselenggarakan
dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan stelsel kas,
d.
perubahan
terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari
Dirjen Pajak.
·
Prinsip
Taat Asas :
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Misalnya dalam penerapan :
Stelsel pengakuan penghasilan;
Tahun buku; Metode penilaian persediaan;
Metode penyusutan dan amortisasi.
3. Kewajiban melakukan pemotongan dan pemungutan, diantaranya yaitu:
a. Kewajiban pajak sendiri (seperti PPh Pasal 25/29);
b. Kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak atas penghasilan orang
lain (misalnya: PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Final);
dan
c. Kewajiban memungut PPN dan atau PPn BM (jika ada) yang khusus berlaku bagi
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
·
Jenis-jenis pajak yang
menjadi kewajiban Wajib Pajak Badan secara umum bisa diuraikan sebagai berikut:
a. PPh Pasal 21/Pasal 26
Yaitu PPh yang wajib dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh orang pribadi, sesuai dengan
ketentuan Pasal 21 UU PPh. Wajib Pajak Badan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan
para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut maupun penghasilan orang
pribadi lainnya, seperti tenaga ahli, yang dibayar atau terutang oleh
perusahaan. Dalam hal terdapat pembayaran penghasilan, yang termasuk objek PPh
Pasal 21, kepada orang pribadi yang berstatus WP luar negeri, PPh yang dipotong
mengacu pada ketentuan Pasal 26 UU PPh atau berdasarkan tax treaty.
Kewajiban PPh Pasal 21/Pasal 26 yang harus dilaksanakan, meliputi:
ü SPT Masa PPh Pasal 21/26 pada setiap Masa Pajak
Merupakan pelaporan atas
PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan disetor oleh Wajib Pajak Badan, yang
terutang pada setiap masa pajak. PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran
kepada orang pribadi yang berstatus Wajib Pajak Luar Negeri juga wajib
dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21. Pada dasarnya, PPh Pasal 21 yang
dilaporkan dalam SPT Masa merupakan angsuran atau pajak dibayar di muka untuk
PPh Pasal 21 yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
ü SPT Masa PPh Pasal 21 pada Akhir Tahun Pajak
Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan dilunasi pada
suatu tahun pajak, termasuk PPh Pasal 26 yang terutang atas penghasilan orang
pribadi berstatus WP luar negeri. SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Akhir Tahun Pajak
sebenarnya merupakan penghitungan ulang atas PPh Pasal 21 yang telah dilaporkan
dalam SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan
Desember. Bisa jadi, pada SPT Masa PPh Pasal 21 pada akhir tahun nantinya
timbul kurang bayar, atau lebih bayar, atau mungkin juga nihil (PPh Pasal 21
yang sudah disetor sama dengan PPh Pasal 21 yang terutang).
b. PPh Pasal 23
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen, royalty, bunga,
hadiah dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21, sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta imbalan jasa
sehubungan dengan jasa-jasa seperti jasa teknik, jasa manajeman, jasa
konsultan, dan jasa lain, yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 23 UU PPh.
c. PPh Pasal 26
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen; bunga; royalti;
sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan
dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan; serta pensiun dan
pembayaran berkala lainnya yang diterima/diperoleh WP luar negeri. Ketentuan
ini diatur dalam Pasal 26 UU PPh.
Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 26 sebaiknya tetap dilakukan secara
tersendiri, meskipun untuk pelaporannya digabungkan dengan PPh Pasal 21 atau
PPh Pasal 23, tergantung pada jenis objek pajaknya serta penerima
penghasilannya;
1) Jika objek pajaknya cenderung sama dengan PPh Pasal 21 dan penerima
penghasilannya adalah orang pribadi berstatus WP luar negeri, maka pelaporannya
melalui SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26;
2)
Jika penerima
penghasilannya berbentuk badan dan berstatus WP luar negeri, pelaporannya
melalui SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26.
d. PPh Final
Yaitu PPh yang dipotong atas jenis penghasilan tertentu atau jenis usaha
tertentu yang diatur secara khusus (special treatment) melalui peraturan
pemerintah. Misalnya, PPh Final atas persewaan tanah dan atau bangunan. Jadi,
seandainya Wajib Pajak Badan menyewa gedung dari pihak lain untuk dipergunakan
sebagai kantor, maka Wajib Pajak Badan wajib memotong, menyetor, dan melaporkan
PPh Final yang terutang atas sewa kantor tersebut.
e. PPh Pasal 25
Yaitu pembayaran angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh WP untuk setiap bulan. Besarnya PPh Pasal 25 yang wajib disetor
setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU PPh beserta ketentuan
pelaksanaannya.
f. PPh Pasal 29
Yaitu kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang
pada akhir tahun pajak, dengan memperhitungkan kredit pajak berupa angsuran PPh
Pasal 25 yang telah disetor setiap bulan dan PPh yang telah dipotong/dipungut
oleh pihak lain.
g. PPN
Yaitu pemungutan pajak atas penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP
(Jasa Kena Pajak) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam
Daerah Pabean, yang meliputi suatu masa pajak. Dalam hal BKP tergolong barang
mewah, terdapat Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang juga terutang
sesuai ketentuan UU yang berlaku.
4. Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
5. Kewajiban membayar dan menyetorkan pajak
6. Kewajiban membuat faktur pajak
7. Kewajiban melunasi bea materai
8. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak
E. Hak Wajib
Pajak Badan dalam Perpajakan
Adapun hak
dari wajib pajak dalam perpajakan, yaitu :
1. Hak untuk
mendapat pembinaan dan pengarahan dari fiskus
2. Hak untuk
membetulkan, memperpanjang waktu penyampaian SPT
3. Hak untuk
mengajukan keberatan, banding dan gugatan serta peninjauan kembali ke Mahkamah
Agung
4. Hak untuk
memperoleh kelebihan pembayaran pajak
5. Hak dalam
hal wajib pajak dilakukan pemeriksaan
6. Hak untuk
mendapat fasilitas perpajakan
7. Hak mengajukan
permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak, menunda penagihan pajak, dan
memperoleh imbalan bungan dari keterlambatan pembayaran kelebihan pajak oleh
DJP
8. Hak untuk
melakukan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran
9. Hak
mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang dikeluarkan sesuai biaya
fiskal.
F. Saat
Terutang, Penyetoran dan
Pelaporan PPh Badan
Saat terutang dari pajak penghasilan badan adalah pada saat badan atau
perusahaan tersebut sudah mendapat penghasilan atau laba. Pajak
Penghasilan (PPh) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaiman telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, pph badan harus dibayar
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir (angsuran pajak).
Dalam hal
tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu
atau hari libur nasional, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya. Hari libur nasional temasuk hari yang diliburkan untuk
penyelengaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama
secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pembayaran
pajak dilakukan melaui Bank Persepsi atau bank Devisi Persepsi atau Kantor Pos
Persepsi dengan sistem pembayaran secara online. Pembayaran pajak harus
digunakan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi
lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
Surat
Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain berfungsi sebagai bukti
pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran
yang berwenang atau apabila telah mendapat validasi. SSP atau sarana
administrasi lain dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara (NTPN).
Apabila pajak terutang untuk satu tahun pajak lebih besar dari jumlah
kredit pajak maka penyetoran kekurangan pajak yang terutang (pph pasal 29)
harus dilunasi selambat-lambatnya sebelum SPT Tahunan disampaikan. Sedangkan,
untuk pelaporan SPT, maksimal disampaikan pada akhir bulan keempat setelah
tahun pajak berakhir.
DARTAR PUSTAKA
1.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No.162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
3. Mardiasmo. 2011 Perpajakan Edisi
Revisi, Yogyakarta : Andi
6.
http://www.pajak.go.id/content/pajak-penghasilan-orang-pribadi-untuk-keadilan
Itulah sedikit ulasan tentang makalah tersebut.
untuk lebih jelasnya bisa kalian download dengan format DOC.DISINI!!
Trimakasih wasalamualaikum Wr.Wb.
untuk lebih jelasnya bisa kalian download dengan format DOC.DISINI!!
Trimakasih wasalamualaikum Wr.Wb.
No comments:
Post a Comment