REKONSILIASI FISKAL
Berdasarkan Pasal 28 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan semua Wajib Pajak Badan wajib
menyelenggarakan pembukuan, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang
diperbolehkan menghitung penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN). Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 (UU PPh), Wajib Pajak Orang Pribadi yang boleh menggunakan NPPN
adalah yang omzetnya tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam setahun. Jadi
Rekonsiliasi Fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan.
Wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan pada akhir tahun akan menyusun
laporan keuangan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan berdasarkan dari laporan laba
rugi komersial yang disusun oleh Wajib Pajak. Laba (rugi) komersial tersebut
dilakukan koreksi fiskal sehingga menghasilkan laba (rugi) fiskal atau sering
disebut penghasilan neto fiskal. Hal-hal yang menyebabkan perbedaan besarnya laba
(rugi) komersial dan laba (rugi)fiskal,antaralain:
- Penghasilan yang bukan objek pajak
- Penghasilan yang bukan objek pajak
- Penghasilan
yang sudah dikenakan pajak
Koreksi
fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun
biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Hakikat
Rekonsiliasi
•
Pelaksanaan
pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan
perpajakan.
•
Perbedaan
timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.
•
Penyesuaian
diperlukan agar laba yang diperhitungkan secara akuntansi dapat diperlakukan
sebagai laba atau penghasilan kena pajak.
Rekonsiliasi/koreksi
Pembenaran
dilakukan terhadap laba akuntansi, dengan melakukan penambahan atau (koreksi
positif) pengurangan (koreksi negatif), hanya berdasar penyesuaian penghasilan
dan beban yang tidak sesuai .
Sifat Koreksi Fiskal
•
Positif adalah koreksi/penyesuaian yang
akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat
PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.
Koreksi fiskal positif
diantaranya:
1.
Biaya
yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
2.
Biaya
yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP
3.
Biaya
yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang
ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
4.
Biaya
yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
5.
Biaya
yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
•
Negatif adalah koreksi/penyesuaian yang
akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan
terhutangnya juga akan menurun.
Koreksi fiskal negatif
diantaranya :
1.
Biaya
yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah, selisih
amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya
2. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak
3. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan
PPh Final
Jenis perbedaan fiskal
Perbedaan tetap
adalah
perbedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal yang disebabkan
karena adanya transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tertentu yang boleh
diakui menurut akuntansi komersial, tetapi tidak boleh diakui menurut fiskal
dan sebaliknya
Dasarnya:
UU PPh No. 36 Tahun 2008 dan UU KUP No. 28 Tahun 2007.
Penghasilan
Menurut
akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut UU Pph sudah
dikenakan Pph Final
Biaya
Menurut akuntansi merupakan
biaya, sedangkan menurut UU Pph bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi
penghasilan bruto.
1. Penghasilan
bunga bank, penghasilan sewa tanah/bangunan dan hadiah undian
penghasilan sudah dikenakan final (pasal 4), misal
bunga deposito, sewa tanah/bangunan, bunga simpanan koperasi, hadiah undian
tidak dimasukkan sebagai salah satu unsur penghitungan rugi laba, karena atas
penghasilan bunga deposito telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.
2.
Penghasilan dividen
penghasilan dividen termasuk dalam pengecualian
obyek pajak sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f berikut
“Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang
sejenis, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, paling rendah 25%
3.
Biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura, denda
dan bunga pajak
a.
Sumbangan
dan bantuan.
bukan obyek pajak dan bukan biaya: harta yang
dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ayat (3) huruf a dan huruf b. Kecuali yang ditetapkan menurut peraturan
pemerintah, missal bencana nasional (bantuan untuk tsunami aceh, gempa bumi),
GNOTA, penelitian, fasilitas pendidikan dsb.
b.
Biaya
dalam bentuk natura (pasal 9 ayat 1 poin e dan pasal 4 ayat 3 poin d).
Tidak boleh membebankan biaya-biaya sebagai berikut:
“Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kebikmayan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. Yang boleh dikurangkan:
·
Penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang diberikan dalam bentuk prasmanan
·
Sarana
keselamatan kerja
·
Pakaian
seragam SATPAM
·
Antar
jemput karyawan
·
Penginapan
untuk awak kapal
·
Daerah
terpencil
c.
Sanksi Denda dan bunga pajak (pasal 9 ayat 1
poin k).
Denda dan bunga pajak tidak boleh
dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak
4.
Biaya
entertainment
Merupakan biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense) sepanjang ada hubungan
dengan kegiatan Wajib Pajak dan dibuatkan daftar nominatifnya. biaya
entertainment yang tidak dilengkapi dengan daftar nominatifnya merupakan biaya
yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan.
Perbedaan
Waktu
adalah perbedaan pengakuan
pendapatan dan biaya untuk penghitungan laba antara akuntansi dan fiskal
(pajak) karena perbedaan waktu dan bersifat sementara.
1.
Biaya
penyusutan/depresiasi/amortisasi (pasal 11)
Definisi penyusutan menurut
Standar Akuntasi Keuangan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat
disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk suatu
periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Penyusutan atas pengeluaran untuk
pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud,
kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan
hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan
bagi harta tersebut. (Garis Lurus)
Penyusutan dimulai pada bulan
dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tersebut.
Metode penyusutan menurut
akuntansi/komersial
1.
Metode Garis Lurus
Rumusnya:
Penyusutan = Harga perolehan - nilai residu
umur ekonomis
Dapat juga dicari dengan cara
lain:
Menghitung tarif penyusutan tiap
tahun
Tarif penyusutan = 100 %
umur ekonomis
2.
Metode Menurun Berganda
Rumusnya :
Penyusutan = [2 x (100% :
umur ekonomis)] x harga buku aktiva tetap
3. Metode
jumlah angka tahun
Rumusnya :
Penyusutan
= sisa umur penggunaan x (harga perolehan - nilai residu)
jumlah angka tahun
Keterangannya:
-
Sisa umur penggunaan diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka
untuk tahun pertama sisa umur penggunaan berjumlah 5 (lima), sedangkan tahun
kedua berjumlah 4 (empat), dan begitu seterusnya.
-
Jumlah angka tahun diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka
perhitungan jumlah angka tahunnya 1+2+3+4+5=15
-
Harga buku aktiva = harga perolehan dikurangi nilai residu
Metode penyusutan menurut fiskal
Kelompok Harta Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif Penyusutan
|
|
Garis Lurus
|
Menurun Ganda
|
||
1. Bukan bangunan
|
|
|
|
Kelompok 1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
Kelompok 2
|
8 tahun
|
12,5%
|
25%
|
Kelompok 3
|
16 tahun
|
6,25%
|
12,5%
|
Kelompok 4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
2. Bangunan
|
|
|
|
Permanen
|
20 tahun
|
5%
|
|
Tidak Permanen
|
10 tahun
|
10%
|
|
Nama : Riski Puji Lestari
NIM : 214132248
Kelas : AKB3
TUGAS
RESUME KELOMPOK 4 REKONSILIASI FISKAL
Pengertian Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya adalah merupakan proses
untuk mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan
penyesuaian-penyesuaian terhadap laba komersial atau laporan laba rugi. Proses
rekonsiliasi fiskal ini umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbentuk perusahaan.
Rekonsiliasi yang dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan
mempengaruhi besarnya laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang.
Rekonsiliasi dilakukan terhadap pos-pos biaya dan pos-pos penghasilan dalam
Laporan keuangan Komersial, antara lain :
1. Rekonsiliasi
terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final.
2. Rekonsiliasi
terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3. Wajib
Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang sebenarnya tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto
4. Wajib
pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan pajak
5. WP
mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama untuk mendapatkan
pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan yang bukan Objek
Pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh non Final
Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang
diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan metode, manfaat, dan umur, dalam
menghitung laba secara komersial atau dengan secara fiskal. Koreksi fiskal dilakukan
karena adanya perbedaan antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi
komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1994 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak
Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus
dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000.
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak
tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT
Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi
fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya
(pengurang penghasilan bruto).
Jenis-Jenis Koreksi Fiskal
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis –
jenis perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal
(UU Nomor 10 Tahun 1994 dan UU Nomor 17 Tahun 2000). Secara umum terdapat dua
perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial
dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu:
Beda Tetap
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh
yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan
diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya.
Dalam
hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
a) Menurut
akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh
bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima
atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi,
Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan
syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
b) Menurut
akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh
telah dikenakan PPh Final, contohnya:
1) Bunga
Deposito dan Tabungan lainnya
2) Penghasilan
berupa hadiah undian
3) Penghasilan
dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan,
4) Penghasilan
dari usaha jasa konstruksi dan
5) Penghasilan
dari persewaan tanah dan/atau bangunan
6) dan
sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda
tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan
menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi
penghasilan bruto, misalnya:
a) Biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
1) yang bukan objek pajak
2) yang pengenaan pajaknya bersifat final
3) yang dikenakan pajak berdasarkan norma
penghitungan penghasilan
b) Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan
c) Pajak
Penghasilan
d) Sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
e) Biaya-biaya
lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1
UU PPh)
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi
negatif atau koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui
oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena
bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final,
menyebabkan laba kena pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh
terutang lebih kecil. Sedangkan koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan
koreksi positif artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara
fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak bertambah yang
akhirnya akan menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.
Beda Waktu
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang
sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan
dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam
hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu
tahun.Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai
dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue.Sedangkan
menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada
saat diterima.
Dalam
hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
a. Perbedaan
metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang
diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
b. Perbedaan
metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian
persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
c. Penyisihan
piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak
tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu dan sebagainya
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi
positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif
pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena
pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan
menyebabkan laba kena pajak akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
1) Koreksi
Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan
adanya pengurangan biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara
komersial menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan
mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal positif
diantaranya:
a) Biaya
yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
b) Pembentukan
atau pemupukan dana cadangan
c) Pengeluaran
dalam bentuk natura
d) Jumlah
yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd pemegang saham
e) Sumbangan
atau bantuan
f) Pajak
Penghasilan
g) Sanksi
administrasi (Pajak)
h) Penyusutan/amortisasi
i) Dan
lain – lain
2) Koreksi
Negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan
adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara
komersial sehingga semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan
mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak.
Koreksi
fiskal negatif diantaranya:
a. Penyusutan/amortisasi
b. Penghasilan
yang ditangguhkan pengakuannya
c. Dan
lain - lain
Penyusutan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif
tergantung hasil perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil.Untuk lebih
mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca laporan audit akuntan publik
atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos
yang berbeda atas koreksi fiskalnya.
Nama : Joko Nurhuda
NIM : 214132102
Kelas : AKB3
TUGAS RESUME KELOMPOK 4
REKONSILIASI FISKAL
Pengertian Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya adalah merupakan proses
untuk mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan
penyesuaian-penyesuaian terhadap laba komersial atau laporan laba rugi. Proses
rekonsiliasi fiskal ini umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbentuk
perusahaan. Rekonsiliasi yang dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan
mempengaruhi besarnya laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang.
Rekonsiliasi dilakukan terhadap pos-pos biaya dan pos-pos penghasilan dalam
Laporan keuangan Komersial, antara lain :
1. Rekonsiliasi
terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final.
2. Rekonsiliasi
terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3. Wajib
Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang sebenarnya tidak boleh menjadi pengurang
penghasilan bruto
4. Wajib
pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan pajak
5. WP
mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama untuk mendapatkan
pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan yang bukan Objek
Pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh non Final
Hakikat
Rekonsiliasi
•
Pelaksanaan
pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan
perpajakan.
•
Perbedaan
timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.
•
Penyesuaian
diperlukan agar laba yang diperhitungkan secara akuntansi dapat diperlakukan
sebagai laba atau penghasilan kena pajak.
Rekonsiliasi/koreksi
Pembenaran
dilakukan terhadap laba akuntansi, dengan melakukan penambahan atau (koreksi
positif) pengurangan (koreksi negatif), hanya berdasar penyesuaian penghasilan
dan beban yang tidak sesuai .
Sifat Koreksi Fiskal
•
Positif adalah koreksi/penyesuaian yang
akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat
PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.
Koreksi fiskal positif
diantaranya:
6.
Biaya
yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
7.
Biaya
yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP
8.
Biaya
yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang
ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
9.
Biaya
yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
10.
Biaya
yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
•
Negatif adalah koreksi/penyesuaian yang
akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya
juga akan menurun.
Koreksi fiskal negatif
diantaranya :
1.
Biaya
yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah, selisih
amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya
2. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak
3. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan
PPh Final
Jenis perbedaan fiskal
Perbedaan tetap
adalah
perbedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal yang disebabkan
karena adanya transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tertentu yang boleh
diakui menurut akuntansi komersial, tetapi tidak boleh diakui menurut fiskal
dan sebaliknya
Dasarnya:
UU PPh No. 36 Tahun 2008 dan UU KUP No. 28 Tahun 2007.
Penghasilan
Menurut
akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut UU Pph sudah
dikenakan Pph Final
Biaya
Menurut akuntansi merupakan
biaya, sedangkan menurut UU Pph bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi
penghasilan bruto.
5. Penghasilan
bunga bank, penghasilan sewa tanah/bangunan dan hadiah undian
penghasilan sudah dikenakan final (pasal 4), misal
bunga deposito, sewa tanah/bangunan, bunga simpanan koperasi, hadiah undian
tidak dimasukkan sebagai salah satu unsur penghitungan rugi laba, karena atas
penghasilan bunga deposito telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.
6.
Penghasilan dividen
penghasilan dividen termasuk dalam pengecualian
obyek pajak sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f berikut
“Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang
sejenis, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, paling rendah 25%
7.
Biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura,
denda dan bunga pajak
d.
Sumbangan
dan bantuan.
bukan obyek pajak dan bukan biaya: harta yang
dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ayat (3) huruf a dan huruf b. Kecuali yang ditetapkan menurut peraturan
pemerintah, missal bencana nasional (bantuan untuk tsunami aceh, gempa bumi),
GNOTA, penelitian, fasilitas pendidikan dsb.
e.
Biaya
dalam bentuk natura (pasal 9 ayat 1 poin e dan pasal 4 ayat 3 poin d).
Tidak boleh membebankan biaya-biaya sebagai berikut:
“Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kebikmayan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. Yang boleh dikurangkan:
·
Penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang diberikan dalam bentuk prasmanan
·
Sarana
keselamatan kerja
·
Pakaian
seragam SATPAM
·
Antar
jemput karyawan
·
Penginapan
untuk awak kapal
·
Daerah
terpencil
f.
Sanksi Denda dan bunga pajak (pasal 9 ayat 1
poin k).
Denda dan bunga pajak tidak boleh
dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak
8.
Biaya
entertainment
Merupakan biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense) sepanjang ada hubungan
dengan kegiatan Wajib Pajak dan dibuatkan daftar nominatifnya. biaya
entertainment yang tidak dilengkapi dengan daftar nominatifnya merupakan biaya
yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan.
Perbedaan
Waktu
adalah perbedaan pengakuan
pendapatan dan biaya untuk penghitungan laba antara akuntansi dan fiskal
(pajak) karena perbedaan waktu dan bersifat sementara.
2.
Biaya
penyusutan/depresiasi/amortisasi (pasal 11)
Definisi penyusutan menurut
Standar Akuntasi Keuangan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat
disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk suatu
periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Penyusutan atas pengeluaran untuk
pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud,
kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan
hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan
bagi harta tersebut. (Garis Lurus)
Penyusutan dimulai pada bulan
dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tersebut.
Metode penyusutan menurut akuntansi/komersial
4.
Metode Garis Lurus
Rumusnya:
Penyusutan = Harga perolehan - nilai residu
umur ekonomis
Dapat juga dicari dengan cara
lain:
Menghitung tarif penyusutan tiap
tahun
Tarif penyusutan = 100 %
umur ekonomis
5.
Metode Menurun Berganda
Rumusnya :
Penyusutan = [2 x (100% :
umur ekonomis)] x harga buku aktiva tetap
6. Metode
jumlah angka tahun
Rumusnya :
Penyusutan
= sisa umur penggunaan x (harga perolehan - nilai residu)
jumlah angka tahun
Keterangannya:
-
Sisa umur penggunaan diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka
untuk tahun pertama sisa umur penggunaan berjumlah 5 (lima), sedangkan tahun
kedua berjumlah 4 (empat), dan begitu seterusnya.
-
Jumlah angka tahun diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka
perhitungan jumlah angka tahunnya 1+2+3+4+5=15
-
Harga buku aktiva = harga perolehan dikurangi nilai residu
Metode penyusutan menurut fiskal
Kelompok Harta Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif Penyusutan
|
|
Garis Lurus
|
Menurun Ganda
|
||
1. Bukan bangunan
|
|
|
|
Kelompok 1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
Kelompok 2
|
8 tahun
|
12,5%
|
25%
|
Kelompok 3
|
16 tahun
|
6,25%
|
12,5%
|
Kelompok 4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
2. Bangunan
|
|
|
|
Permanen
|
20 tahun
|
5%
|
|
Tidak Permanen
|
10 tahun
|
10%
|
|
Nama : Bani Rizky Pamungkas
NIM : 214132220
Kelas : AKB3
TUGAS RESUME KELOMPOK 4
REKONSILIASI FISKAL
Berdasarkan Pasal 28 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan semua Wajib Pajak Badan wajib
menyelenggarakan pembukuan, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang
diperbolehkan menghitung penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN). Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 (UU PPh), Wajib Pajak Orang Pribadi yang boleh menggunakan NPPN
adalah yang omzetnya tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam setahun. Jadi
Rekonsiliasi Fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan.
Wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan pada akhir tahun akan menyusun
laporan keuangan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan berdasarkan dari laporan laba
rugi komersial yang disusun oleh Wajib Pajak. Laba (rugi) komersial tersebut
dilakukan koreksi fiskal sehingga menghasilkan laba (rugi) fiskal atau sering
disebut penghasilan neto fiskal. Hal-hal yang menyebabkan perbedaan besarnya
laba (rugi) komersial dan laba (rugi)fiskal,antaralain:
- Penghasilan yang bukan objek pajak
- Penghasilan yang bukan objek pajak
- Penghasilan
yang sudah dikenakan pajak
Koreksi fiskal terjadi karena
adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi
komersial dengan akuntansi pajak.
Jenis-Jenis Koreksi Fiskal
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis –
jenis perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal
(UU Nomor 10 Tahun 1994 dan UU Nomor 17 Tahun 2000). Secara umum terdapat dua
perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial
dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu:
Beda Tetap
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh
yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan
diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya.
Dalam
hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
a) Menurut
akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh
bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima
atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi,
Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
b) Menurut
akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh
telah dikenakan PPh Final, contohnya:
1) Bunga
Deposito dan Tabungan lainnya
2) Penghasilan
berupa hadiah undian
3) Penghasilan
dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan,
4) Penghasilan
dari usaha jasa konstruksi dan
5) Penghasilan
dari persewaan tanah dan/atau bangunan
6) dan
sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda
tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan
menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi
penghasilan bruto, misalnya:
a) Biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
1) yang bukan objek pajak
2) yang pengenaan pajaknya bersifat final
3) yang dikenakan pajak berdasarkan norma
penghitungan penghasilan
b) Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan
c) Pajak
Penghasilan
d) Sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
e) Biaya-biaya
lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1
UU PPh)
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi
negatif atau koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui
oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena
bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final,
menyebabkan laba kena pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh
terutang lebih kecil. Sedangkan koreksi atas beda tetap biaya akan
menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial
namun secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak bertambah
yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.
Beda Waktu
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang
sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan
dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam
hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu
tahun.Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai
dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with
revenue.Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui
sekaligus pada saat diterima.
Dalam
hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
a. Perbedaan
metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang
diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
b. Perbedaan
metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian
persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
c. Penyisihan
piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak
tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu dan sebagainya
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi
positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif
pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena
pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan
menyebabkan laba kena pajak akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
1) Koreksi
Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan
adanya pengurangan biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara
komersial menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan
mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal positif diantaranya:
a) Biaya
yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
b) Pembentukan
atau pemupukan dana cadangan
c) Pengeluaran
dalam bentuk natura
d) Jumlah
yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd pemegang saham
e) Sumbangan
atau bantuan
f) Pajak
Penghasilan
g) Sanksi
administrasi (Pajak)
h) Penyusutan/amortisasi
i) Dan
lain – lain
2) Koreksi
Negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan
adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara
komersial sehingga semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan
mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak.
Koreksi
fiskal negatif diantaranya:
a. Penyusutan/amortisasi
b. Penghasilan
yang ditangguhkan pengakuannya
c. Dan
lain - lain
Penyusutan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif
tergantung hasil perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil.Untuk lebih
mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca laporan audit akuntan publik
atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos
yang berbeda atas koreksi fiskalnya.
Itulah sedikit ulasan tentang makalah tersebut.
untuk lebih jelasnya bisa kalian download dengan format DOC.DISINI!!
Trimakasih wasalamualaikum Wr.Wb.
untuk lebih jelasnya bisa kalian download dengan format DOC.DISINI!!
Trimakasih wasalamualaikum Wr.Wb.
No comments:
Post a Comment