Imam Hasanuddin (Contac Person +62823 - 3132 - 0823

My photo
lumajang, lumajang/jawa timur, Indonesia
STIE WIDYAGAMA LUMAJANG

Tuesday 14 July 2020

REKONSILIASI FISKAL


REKONSILIASI FISKAL
Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan semua Wajib Pajak Badan wajib menyelenggarakan pembukuan, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh), Wajib Pajak Orang Pribadi yang boleh menggunakan NPPN adalah yang omzetnya tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam setahun. Jadi Rekonsiliasi Fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan pada akhir tahun akan menyusun laporan keuangan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan berdasarkan dari laporan laba rugi komersial yang disusun oleh Wajib Pajak. Laba (rugi) komersial tersebut dilakukan koreksi fiskal sehingga menghasilkan laba (rugi) fiskal atau sering disebut penghasilan neto fiskal. Hal-hal yang menyebabkan perbedaan besarnya laba (rugi) komersial dan laba (rugi)fiskal,antaralain:
-   Penghasilan yang bukan objek pajak
-    Penghasilan yang sudah dikenakan pajak
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

Hakikat Rekonsiliasi
          Pelaksanaan pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan perpajakan.
          Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.
          Penyesuaian diperlukan agar laba yang diperhitungkan secara akuntansi dapat diperlakukan sebagai laba atau penghasilan kena pajak.

Rekonsiliasi/koreksi
Pembenaran dilakukan terhadap laba akuntansi, dengan melakukan penambahan atau (koreksi positif) pengurangan (koreksi negatif), hanya berdasar penyesuaian penghasilan dan beban yang tidak sesuai .



Sifat Koreksi Fiskal
          Positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.
Koreksi fiskal positif diantaranya:
1.        Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
2.         Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP
3.         Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
4.         Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
5.        Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
          Negatif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurun.
Koreksi fiskal negatif diantaranya :
1.         Biaya yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah, selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya
2.    Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3.    Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final

Jenis perbedaan fiskal

Perbedaan tetap
adalah perbedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal yang disebabkan karena adanya transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tertentu yang boleh diakui menurut akuntansi komersial, tetapi tidak boleh diakui menurut fiskal dan sebaliknya
Dasarnya: UU PPh No. 36 Tahun 2008 dan UU KUP No. 28 Tahun 2007.
Penghasilan
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut UU Pph sudah dikenakan Pph Final
Biaya
Menurut akuntansi merupakan biaya, sedangkan menurut UU Pph bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto.

1.      Penghasilan bunga bank, penghasilan sewa tanah/bangunan dan hadiah undian
penghasilan sudah dikenakan final (pasal 4), misal bunga deposito, sewa tanah/bangunan, bunga simpanan koperasi, hadiah undian tidak dimasukkan sebagai salah satu unsur penghitungan rugi laba, karena atas penghasilan bunga deposito telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.
2.      Penghasilan dividen
penghasilan dividen termasuk dalam pengecualian obyek pajak sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f berikut “Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah,  paling rendah 25%
3.       Biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura, denda dan bunga pajak
a.       Sumbangan dan bantuan.
bukan obyek pajak dan bukan biaya: harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b. Kecuali yang ditetapkan menurut peraturan pemerintah, missal bencana nasional (bantuan untuk tsunami aceh, gempa bumi), GNOTA, penelitian, fasilitas pendidikan dsb.
b.      Biaya dalam bentuk natura (pasal 9 ayat 1 poin e dan pasal 4 ayat 3 poin d).
Tidak boleh membebankan biaya-biaya sebagai berikut: “Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kebikmayan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. Yang boleh dikurangkan:
·         Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang diberikan dalam bentuk prasmanan
·         Sarana keselamatan kerja
·         Pakaian seragam SATPAM
·         Antar jemput karyawan
·         Penginapan untuk awak kapal
·         Daerah terpencil

c.                         Sanksi Denda dan bunga pajak (pasal 9 ayat 1 poin k).
Denda dan bunga pajak tidak boleh dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak
4.      Biaya entertainment
Merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense) sepanjang ada hubungan dengan kegiatan Wajib Pajak dan dibuatkan daftar nominatifnya. biaya entertainment yang tidak dilengkapi dengan daftar nominatifnya merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan.

Perbedaan Waktu
adalah perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya untuk penghitungan laba antara akuntansi dan fiskal (pajak) karena perbedaan waktu dan bersifat sementara.
1.      Biaya penyusutan/depresiasi/amortisasi (pasal 11)
Definisi penyusutan menurut Standar Akuntasi Keuangan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk suatu periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. (Garis Lurus)
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.





Metode penyusutan menurut akuntansi/komersial
1.      Metode Garis Lurus
Rumusnya:

Penyusutan =   Harga perolehan - nilai residu
                                 umur ekonomis

Dapat juga dicari dengan cara lain:

Menghitung tarif penyusutan tiap tahun
 
 Tarif penyusutan =           100 %
                                            umur ekonomis
2.      Metode Menurun Berganda
Rumusnya :
Penyusutan = [2 x (100% : umur ekonomis)] x harga buku aktiva tetap

3.      Metode jumlah angka tahun
Rumusnya :
Penyusutan =        sisa umur penggunaan             x (harga perolehan - nilai residu)
jumlah angka tahun

Keterangannya:
- Sisa umur penggunaan diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka untuk tahun pertama sisa umur penggunaan berjumlah 5 (lima), sedangkan tahun kedua berjumlah 4 (empat), dan begitu seterusnya.

- Jumlah angka tahun diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka perhitungan jumlah angka tahunnya 1+2+3+4+5=15

- Harga buku aktiva = harga perolehan dikurangi nilai residu

Metode penyusutan menurut fiskal
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
Menurun Ganda
1. Bukan bangunan



Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
2. Bangunan



Permanen
20 tahun
5%

Tidak Permanen
10 tahun
10%




Nama   : Riski Puji Lestari
NIM    : 214132248
Kelas   : AKB3
TUGAS RESUME KELOMPOK 4 REKONSILIASI FISKAL
Pengertian Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya adalah merupakan proses untuk mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba komersial atau laporan laba rugi. Proses rekonsiliasi fiskal ini umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbentuk perusahaan. Rekonsiliasi yang dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang. Rekonsiliasi dilakukan terhadap pos-pos biaya dan pos-pos penghasilan dalam Laporan keuangan Komersial, antara lain :
1.    Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final.
2.    Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3.    Wajib Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang sebenarnya tidak boleh menjadi pengurang  penghasilan bruto
4.    Wajib pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan pajak
5.    WP mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan yang bukan Objek Pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh non Final

Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan metode, manfaat, dan umur, dalam menghitung laba secara komersial atau dengan secara fiskal. Koreksi fiskal dilakukan karena adanya perbedaan antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).


Jenis-Jenis Koreksi Fiskal

Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis – jenis  perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 Tahun 1994 dan UU Nomor 17 Tahun 2000). Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu:
     Beda Tetap
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
a)      Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
b)       Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:
1)      Bunga Deposito dan Tabungan lainnya
2)      Penghasilan berupa hadiah undian
3)      Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan,
4)      Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
5)      Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
6)      dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
a)    Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
1)   yang bukan objek pajak
2)   yang pengenaan pajaknya bersifat final
3)   yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
b)   Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
c)    Pajak Penghasilan
d)   Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
e)    Biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif atau koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang lebih kecil. Sedangkan koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.

Beda Waktu
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun.Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue.Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.

Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
a.    Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
b.    Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
c.    Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu dan sebagainya
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
1)        Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal positif diantaranya:
a)      Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
b)      Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
c)      Pengeluaran dalam bentuk natura
d)     Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd pemegang saham
e)      Sumbangan atau bantuan
f)       Pajak Penghasilan
g)      Sanksi administrasi (Pajak)
h)      Penyusutan/amortisasi
i)        Dan lain – lain

2)   Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak.

Koreksi fiskal negatif diantaranya:
a.       Penyusutan/amortisasi
b.      Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
c.       Dan lain - lain
Penyusutan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil.Untuk lebih mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca laporan audit akuntan publik atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos yang berbeda atas koreksi fiskalnya.








Nama   : Joko Nurhuda
NIM    : 214132102
Kelas   : AKB3
TUGAS RESUME KELOMPOK 4 REKONSILIASI FISKAL

Pengertian Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya adalah merupakan proses untuk mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba komersial atau laporan laba rugi. Proses rekonsiliasi fiskal ini umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbentuk perusahaan. Rekonsiliasi yang dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang. Rekonsiliasi dilakukan terhadap pos-pos biaya dan pos-pos penghasilan dalam Laporan keuangan Komersial, antara lain :
1.    Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final.
2.    Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3.    Wajib Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang sebenarnya tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto
4.    Wajib pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan pajak
5.    WP mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan yang bukan Objek Pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh non Final
Hakikat Rekonsiliasi
          Pelaksanaan pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan perpajakan.
          Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.
          Penyesuaian diperlukan agar laba yang diperhitungkan secara akuntansi dapat diperlakukan sebagai laba atau penghasilan kena pajak.
Rekonsiliasi/koreksi
Pembenaran dilakukan terhadap laba akuntansi, dengan melakukan penambahan atau (koreksi positif) pengurangan (koreksi negatif), hanya berdasar penyesuaian penghasilan dan beban yang tidak sesuai .
Sifat Koreksi Fiskal
          Positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.
Koreksi fiskal positif diantaranya:
6.        Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
7.         Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP
8.         Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
9.         Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
10.    Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
          Negatif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurun.
Koreksi fiskal negatif diantaranya :
1.         Biaya yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah, selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya
2.    Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3.    Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final

Jenis perbedaan fiskal
Perbedaan tetap
adalah perbedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal yang disebabkan karena adanya transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tertentu yang boleh diakui menurut akuntansi komersial, tetapi tidak boleh diakui menurut fiskal dan sebaliknya
Dasarnya: UU PPh No. 36 Tahun 2008 dan UU KUP No. 28 Tahun 2007.
Penghasilan
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut UU Pph sudah dikenakan Pph Final
Biaya
Menurut akuntansi merupakan biaya, sedangkan menurut UU Pph bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto.

5.      Penghasilan bunga bank, penghasilan sewa tanah/bangunan dan hadiah undian
penghasilan sudah dikenakan final (pasal 4), misal bunga deposito, sewa tanah/bangunan, bunga simpanan koperasi, hadiah undian tidak dimasukkan sebagai salah satu unsur penghitungan rugi laba, karena atas penghasilan bunga deposito telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.
6.      Penghasilan dividen
penghasilan dividen termasuk dalam pengecualian obyek pajak sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f berikut “Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah,  paling rendah 25%
7.       Biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura, denda dan bunga pajak
d.      Sumbangan dan bantuan.
bukan obyek pajak dan bukan biaya: harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b. Kecuali yang ditetapkan menurut peraturan pemerintah, missal bencana nasional (bantuan untuk tsunami aceh, gempa bumi), GNOTA, penelitian, fasilitas pendidikan dsb.
e.       Biaya dalam bentuk natura (pasal 9 ayat 1 poin e dan pasal 4 ayat 3 poin d).
Tidak boleh membebankan biaya-biaya sebagai berikut: “Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kebikmayan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. Yang boleh dikurangkan:
·         Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang diberikan dalam bentuk prasmanan
·         Sarana keselamatan kerja
·         Pakaian seragam SATPAM
·         Antar jemput karyawan
·         Penginapan untuk awak kapal
·         Daerah terpencil

f.                         Sanksi Denda dan bunga pajak (pasal 9 ayat 1 poin k).
Denda dan bunga pajak tidak boleh dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak
8.      Biaya entertainment
Merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense) sepanjang ada hubungan dengan kegiatan Wajib Pajak dan dibuatkan daftar nominatifnya. biaya entertainment yang tidak dilengkapi dengan daftar nominatifnya merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan.

Perbedaan Waktu
adalah perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya untuk penghitungan laba antara akuntansi dan fiskal (pajak) karena perbedaan waktu dan bersifat sementara.
2.      Biaya penyusutan/depresiasi/amortisasi (pasal 11)
Definisi penyusutan menurut Standar Akuntasi Keuangan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk suatu periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. (Garis Lurus)
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.

Metode penyusutan menurut akuntansi/komersial

4.      Metode Garis Lurus
Rumusnya:

Penyusutan =   Harga perolehan - nilai residu
                                 umur ekonomis





Dapat juga dicari dengan cara lain:

Menghitung tarif penyusutan tiap tahun
 
 Tarif penyusutan =           100 %
                                            umur ekonomis
5.      Metode Menurun Berganda
Rumusnya :
Penyusutan = [2 x (100% : umur ekonomis)] x harga buku aktiva tetap

6.      Metode jumlah angka tahun
Rumusnya :
Penyusutan =        sisa umur penggunaan             x (harga perolehan - nilai residu)
jumlah angka tahun

Keterangannya:
- Sisa umur penggunaan diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka untuk tahun pertama sisa umur penggunaan berjumlah 5 (lima), sedangkan tahun kedua berjumlah 4 (empat), dan begitu seterusnya.

- Jumlah angka tahun diperoleh = semisal umur ekonomisnya adalah 5 tahun, maka perhitungan jumlah angka tahunnya 1+2+3+4+5=15

- Harga buku aktiva = harga perolehan dikurangi nilai residu

Metode penyusutan menurut fiskal
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
Menurun Ganda
1. Bukan bangunan



Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
2. Bangunan



Permanen
20 tahun
5%

Tidak Permanen
10 tahun
10%







Nama   : Bani Rizky Pamungkas
NIM    : 214132220
Kelas   : AKB3
TUGAS RESUME KELOMPOK 4 REKONSILIASI FISKAL
Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan semua Wajib Pajak Badan wajib menyelenggarakan pembukuan, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh), Wajib Pajak Orang Pribadi yang boleh menggunakan NPPN adalah yang omzetnya tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam setahun. Jadi Rekonsiliasi Fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan pada akhir tahun akan menyusun laporan keuangan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan berdasarkan dari laporan laba rugi komersial yang disusun oleh Wajib Pajak. Laba (rugi) komersial tersebut dilakukan koreksi fiskal sehingga menghasilkan laba (rugi) fiskal atau sering disebut penghasilan neto fiskal. Hal-hal yang menyebabkan perbedaan besarnya laba (rugi) komersial dan laba (rugi)fiskal,antaralain:
-   Penghasilan yang bukan objek pajak
-    Penghasilan yang sudah dikenakan pajak
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Jenis-Jenis Koreksi Fiskal

Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis – jenis  perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 Tahun 1994 dan UU Nomor 17 Tahun 2000). Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu:
     Beda Tetap
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
a)      Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
b)       Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:
1)      Bunga Deposito dan Tabungan lainnya
2)      Penghasilan berupa hadiah undian
3)      Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan,
4)      Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
5)      Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
6)      dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
a)    Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
1)   yang bukan objek pajak
2)   yang pengenaan pajaknya bersifat final
3)   yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
b)   Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
c)    Pajak Penghasilan
d)   Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
e)    Biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif atau koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang lebih kecil. Sedangkan koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.

Beda Waktu
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun.Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue.Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.

Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
a.    Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
b.    Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
c.    Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu dan sebagainya
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
1)        Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal positif diantaranya:
a)      Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
b)      Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
c)      Pengeluaran dalam bentuk natura
d)     Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd pemegang saham
e)      Sumbangan atau bantuan
f)       Pajak Penghasilan
g)      Sanksi administrasi (Pajak)
h)      Penyusutan/amortisasi
i)        Dan lain – lain



2)   Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak.

Koreksi fiskal negatif diantaranya:
a.       Penyusutan/amortisasi
b.      Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
c.       Dan lain - lain
Penyusutan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil.Untuk lebih mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca laporan audit akuntan publik atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos yang berbeda atas koreksi fiskalnya.


 Itulah sedikit ulasan tentang makalah tersebut.
untuk lebih jelasnya bisa kalian download dengan format DOC.DISINI!!

Trimakasih wasalamualaikum Wr.Wb.



No comments:

Post a Comment