PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK
A.
PENGERTIAN PENGUKURAN KINERJA
Kinerja merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi. Menurut Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem
pengukuran kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi.
Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara
lain:
1. Membantu
memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran
program unit kerja yangn pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan layanan kepada
masyarakat.
2. Ukuran kinerja
sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan
keputusan.
3. Untuk
mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Selain itu, pihak legislatif menggunakan ukuran kinerja ini
untuk menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost
of service) yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa publik karena
mereka tidak mau selalu ditarik pungutan tanpa adanya peningkatan kualitas dan
kuantitas dari pelayanan yang diterima tersebut.
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga
tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja
secara komprehensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output yang
dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat intangible output, maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk
mengukur kinerja sektor publik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran
kerja non-finansial.
B. TUJUAN
SISTEM PENGUKURAN KINERJA
Tujuan sistem pengukuran kinerja
antara lain:
1.
Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and bottom up).
2. Untuk mengukur kinerja finansial
dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur berkembangan
pencapaian strateginya.
3. Untuk mengakomodasi pemahaman
kepentingan manajer level menengah dan bawah serta motivasi untuk mencapai good congruence.
4. Sebagai alat untuk mencapai
kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang
rasional.
C. MANFAAT
PENGUKURAN KINERJA
Berikut ini adalah manfaat dari pengukuran kinerja:
1. Memberikan
pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen
2. Memberikan arah
untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
3. Untuk memonitor
dan mengawasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja
serta melakukan tindakan kolektif untuk memperbaiki kinerja.
4. Sebagai dasar
untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward
and punishment).
5. Sebagai alat
komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja
organisasi.
6. Membantu
mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7. Membantu
memahami kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan
bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
D. PRINSIP-PRINSIP
PEMILIHAN UKURAN KINERJA
Berikut ini merupakan hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam memilih ukuran-ukuran kinerja instansi yang sesuai
dengan skema indikator:
Evaluasi kembali ukuran yang ada
|
Informasi kinerja tetap dibutuhkan
oleh manajemen. Apabila skema indikator kinerja sudah tidak berfungsi, maka
manajemen akan mengembangkan skema baru.
|
Mengukur kegiatan yang penting,
tidak hanya hasil
|
Kinerja selalu berorientasi hasil.
Ukuran hasil sering diformulasikan dalam rasio keuangan. Pencapaian hasil
akan menunjukkan adanya permasalahan. Hasil tersebut tidak akan menunjukkan
diagnosis hasil.
|
Pengukuran harus mendorong tim
kerja yang akan mencapai tujuan
|
Pembagian proses pengukuran
menciptakan lingkungan tim kerja yang aktivitasnya diarahkan pada pencapaian
tujuan organisasi.
|
Pengukuran harus merupakan
perangkat yang terintegrasi, seimbang dalam penerapannya
|
Agar efektif, sistem pengukuran
harus diciptakan sebagai perangkat terintegrasi yang diperoleh dari strategi
perusahaan. Sebagian besar perusahaan berusaha meminimalkan biaya,
meningkatkan kualitas, mengurangi waktu pelaksanaan produksi dan menciptakan
pengembalian investasi yang wajar.
|
Pengukuran harus memiliki fokus
eksternal jika memungkinkan
|
Ukuran internal yang umum dipakai
dalam sebuah organisasi perbandingan kinerja dari tahun ke tahun. Suatu
perbandingan tertentu dapat dilakukan ke tingkatan mikro: divisi, departemen,
kelompok, bahkan individu.
|
E. SKALA
PENGUKURAN
Skala pengukuran dapat dibedakan
menjadi empat, yaitu:
a.
Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala pengukuran yang paling rendah
tingkatannya karena denga skala ini obyek pengukuran hanya dapat dikelompokkan
berdasarkan ciri-ciri yang sama, yang berbeda dengan kelompok lain.
Kelompok-kelompok atau golongan tidak dibedakan berdasarkan tingkatan, karena
kelompok yang satu tidak dapat dikatakan lebih rendah atau lebih tinggi
tingkatannya dari pada kelompok yang lain, tetapi hanya sekedar berbeda.
b. Skala
Ordinal
Skala ini lebih tinggi tingkatannya atau lebih baik dari
pada skala nominal karena selain memiliki ciri-ciri yang sama dengan skala
nominal, yaitu dapat mengolongkan obyek dalam golongan yang berbeda, skala
ordinal juga mempunyai kelebihan dari skala nominal, yaitu bahwa
golongan-golongan atau klasifikasi dalam skala ordinal ini dapat dibedakan
tingkatannya. Ini berarti bahwa suatu golongan dapat dikatakan lebih tinggi
atau lebih rendah dari pada golongan yang lain.
c.
Skala Interval
Skala interval memiliki kelebihan yaitu mempunyai unit
pengukuran yang sama, sehingga jarak antara satu titik dengan titik yang lain,
atau antara satu golongan dengan golongan yang lain dapat diketahui.
d.
Skala rasio
Skala rasio merupakan skala yang paling tinggi tingkatannya
karena skala ini mempunyai ciri-ciri yang dimiliki oleh semua skala di
bawahnya. Skala rasio memiliki titik nol yang sebenarnya yang berarti bahwa
apabila suatu obyek diukur dengan skala rasio dan berada pada titik nol, maka
gejala atau sifat yang diukur benar-benar tidak ada.
F.
SIKLUS PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran kinerja dilakukan dengan melalui lima tahapan
berikut ini:
1.
Perencanaan strategi: siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses
penskemaan strategi, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan dan
sasaran, kebijakan, program operasional san kegiatan/aktivitas.
2.
Penciptaan indikator kinerja: penciptaan indikator kinerja dilakukan setelah
perumusan strategi. Indikator yang mudah adalah untuk aktivitas yang dapat
dihitung, contohnya adalah jumlah klaim yang diproses.
3.
Mengembangkan sistem pengukuran kinerja: tahap ini terdiri dari tiga langkah,
yaitu: pertama, meyakinkan keberadaan data yang diperlukan dalam siklus
pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data yang tersedia dan data
yang dikumpulkan. Ketiga, penggunaan data pengukuran yang dihimpun, harus
dipresentasikan dalam cara-cara yang dapat dimengerti dan bermanfaat.
4.
Penyempurnaan ukuran: pada tahap ini dilakukan pemikiran kembali atas indikator
hasil (outcomes) dan indikator dampak
(impacts) menjadi lebih penting
dibandingkan dengan pemikiran kembali atas indikator masukan (inputs) dan keluaran (outputs).
5.
Pengintegrasian dengan proses manajemen: bagaimana menggunakan ukuran kinerja
tersedian secara efektif merupakan tantangan selanjutnya. Penggunaan data
organisasi dapat dijadikan alat untuk memotivasi tindakan dalam organisasi.
G. INFORMASI YANG DIGUNAKAN UNTUK
PENGUKURAN KINERJA
a.
Informasi Finansial
Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada
anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis
varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan anggaran yang
dianggarkan.
Analisis
varians secara garis besar berfokus pada :
1.
Varians pendapatan (revenue varians)
Varians
pendapatan adalah semua penerimaan dalam bentuk peningkatan aktiva atau
penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan.
2.
Varians pengeluaran (expenditure
variance)
ü Varians belanja rutin
Anggaran
belanja rutin adalah anggaran yang disediakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang
sifatnya lancar dan terus menerus yang
dimaksudkan untuk menjaga kelemahan roda pemerintahan dan memelihara
hasil-hasil pembangunan.
ü Varians belanja investasi/modal (recurrent expenditure variance)
Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya
cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah
anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaan.
Setelah
dilakukan analisis varians maka tahap selanjutnya dilakukan identifikasi sumber
penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level
manajemen paling bawah.
b.
Informasi Nonfinansial
Informasi nonfinansial dapat
menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik
pengukuran kinerja yang komprehensif dan banyak dikembangkan oleh berbagai
organisasi dewasa ini adalah Balanced
Scorecard. Metode Balanced Scorecard merupakan
pengukuran kinerja organisasi berdasarkan aspek finansial dan juga aspek
nonfinasial. Balanced Scorecard dinilai
cocok untuk organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard tidak
hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif
dan nonfinansial. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang menempatkan
laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung
bersifat kualitatif dan nonkeuangan (Mahmudi, 2007). Pengukuran dengan metode
ini melibatkan empat aspek, antara lain :
1.Perspektif finansial (financial perspective)
Perspektif finansial menjadi
perhatian dalam balanced scorecard
karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi
yang disebabkan oleh pengambilan keputusan. Aspek keuangan menunjukkan apakah
perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan
yang mendasar. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari
siklus kehidupan bisnis, yaitu:
ü Growth (bertumbuh) : tahapan awal siklus
kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki potensi pertumbuhan terbaik.
Disini manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk/jasa
dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global,
serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
ü Sustain (bertahan) : tahapan kedua dimana
perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan
tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan
pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika memungkinkan.
ü Harvest (menuai) : Tahapan ketiga dimana
perusahaan benar-benar menuai hasil investasi ditahap-tahap sebelumnya. Tidak
ada lagi investasi besar, baik ekspansi pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran
untuk pemeliharaan dan perbaikan.
2.Perspektif kepuasan pelanggan (customer perspective)
Dalam perspektif ini perhatian
perusahaan harus ditujukan pada kemampuan internal untuk peningkatan kinerja
produk, inovasi dan teknologi dengan memahami selera pasar. Dalam perspektif
ini peran riset pasar sangat besar. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok
pengukuran, yaitu:
ü Core measurement group, yang memiliki beberapa komponen
pengukuran, yaitu:
· Pangsa Pasar (market share): pangsa pasar ini menggambarkan
proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu
diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan uang yang dibelanjakan atau volume
satuan yang terjual.
· Retensi Pelanggan (Customer Retention) : menunjukkan
tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan pelanggan.
Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya presentase pertumbuhan
bisnis dengan pelanggan yang asa saat ini.
· Akuisisi Pelanggan (Customer
Acquisition) : pengukuran ini menunjukkan tingkat dimana suatu unit bisnis
mampu menarik pelanggan baru memenangkan bisnis baru. Akuisisi ini dapat diukur
dengan membandingkan banyaknya jumlah pelanggan baru di segmen yang ada.
· Kepuasan Pelanggan (Customer
Satisfaction) : pengukuran ini berfungsi untuk mengukur tingkat kepuasan
pelanggan terkait dengan kriteria spesifik dalam value proportion.
ü Customer Value
Proportion yang merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada Core value
proportion didasarkan pada atribut sebagai berikut:
· Product/service attributes yang meliputi fungsi produk atau
jasa, harga dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang
diinginkan pelanggan atas produk atau jasa yang ditawarkan.
· Customer relationship adalah strategi dimana perusahaan
mengadakan pendekatan agar perasaan pelanggan merasa puas atau produk atau jasa
yang ditawarkan perusahaan.
· Image and reputation membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga
kualitas seperti yang dijanjikan.
3. Perspektif efisiensi
proses internal (internal process
efficiency)
Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis
utama yaitu:
ü Proses inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses
inovasi merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas
serta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya
efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan. Proses
inovasi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
· Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian
dasar dan terapan
· Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
ü Proses Operasi
Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing
organisasi bisnis, lebih menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi,
dan ketepatan waktu dari barang dan jasa yang diberikan kepada pelanggan.
ü Pelayanan Purna Jual
Tahap terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal
adalah dilakukannya pengukuran terhadap pelayanan purna jual kepada pelanggan.
Pengukuran ini menjadi bagian yang cukup penting dalam proses bisnis internal,
karena pelayanan purna jual ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan
pelanggan.
4. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (learning
and growth perspective).
Kaplan (Kaplan, 1996) mengungkapkan betapa pentingnya suatu
organisasi bisnis untuk terus mempertahankan karyawannya, memantau
kesejahteraan karyawan dan meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan
meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan meningkatkan pula kemampuan
karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif diatas
dan tujuan perusahaan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan organisasi
merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga
perspektif Balanced Scorecard.
Perspekti/Faktor yang Dinilai Misi atau Visi
Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk
variabel kunci. Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan
faktor-faktor yang menjadi penyebab kesuksesan organisasi. Karakteristik
variabel kunci, yaitu :
1)
Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi
2)
Sangat volatile (mudah berubah) dan
dapat berubah dengan cepat
3)
Perubahannya tidak dapat diprediksi
4)
Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera
5)
Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran
antara (surrogate). Sebagai contoh
kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara langsung akan tetapi dapat dibuat
ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan dan demonstrasi dapat
dijadikan variabel kunci.
Contoh Variabel Kunci
Dinas/Unit Kerja
|
Variabel Kunci
|
Rumah Sakit dan hotel
|
Tingkat hunian kamar (kamar yang
dipakai : jumlah total kamar yang tersedia)
|
Klinik Kesehatan
|
Jumlah pelannggan (masyarakat)
yang dilayani per hari
|
Perusahaan Listrik Negara
|
KWH yang terjual
|
Perusahaan Telekomunikasi
|
Jumlah pulsa yang terjual
|
Perusahaan Air Minum
|
Jumlah debit air yang terjual
|
DLLAJ
|
Jumlah alat angkutan umum
Paid seats/capacity seats
|
Pekerjaan Umum
|
Panjang jalan yang
dibangun/diperbaiki
Panjang jalan yang
disapu/dibersihkan
|
Kepolisian
|
Jumlah kriminalitas yang
tertangani
Jumlah kecelakaan/pelanggaran lalu
lintas
Jumlah pengaduan masyarakat yang
tertangani
|
DPR/DPRD
|
Jumlah pengaduan dan tuntutan
masyarakat yang tertangani
Jumlah rapat yang dilakukan
Jumlah undang-undang atau perda
yang dihasilkam
Jumlah peserta rapat per total
anggota
|
Dipenda
|
Jumlah pendapatan yang terkumpul
|
Agar pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik, berikut
ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Membuat suatu
komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan segera.
Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah sesegera
mungkin memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap pngukuran
kinerja akan langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas pengukuran kinerja
akan dilakukan.
b. Perlakuan
pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan (on-going process)
c. Pengukuran
kinerja merupakan suatu proses yang bersifat interaktif. Proses ini merupakan
suatu cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya memperbaiki kinerja.
d. Sesuaikan proses
pengukuran kinerja dengan organisasi
Organisai harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan
besranya organisasi, budaya, visi, tujuan, dan struktur organisasi.
H. PERANAN INDIKATOR KINERJA DALAM
PENGUKURAN KINERJA
Indikator Kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan
strategi yang telah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk
faktor-faktor keberhasilan utama organisasi (critical
success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator).
Faktor Keberhasilan Utama adalah suatu area yang
mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini
merefleksikan preferensi manajerial dengan memperhatika variabel-variabel kunci
finansial dan non-finansial pada kondisi waktu tertentu.
Indikator Kinerja Kunci merupakan sekumpulan indikator yang
dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun non-finansial untuk
melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini digunakan oleh
manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.
Komponen
yang digunakan dalam penentuan indikator kinerja :
a. Biaya pelayanan (cost of service)
Indikator biaya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya per unit
pelayanan (panjang jalan yang diperbaiki, jumlah ton sampah yang terangkut,
biaya per siswa). Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya
unitnya karena output yang dihasilkan
tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang
diberikan. Untuk kondisi tersebut maka dibuat indikator kinerja produksi
misalnya belanja per kapita.
b.Penggunaan (utilization)
Indikator ini membandingkan antara jumlah pelayanan yang
ditawarkan (supply of service) dengan
permintaan publik (public demand). Indikator
ini harus mempertimbangkan preferensi publik sedangkan pengukurannya berupa
volume absolut atau presentase tertentu, misalnya presentase penggunaan
kapasitas. Contoh lain yaitu rata-rata jumlah penumpang per bus yang
dioperasikan. Indikator kinerja ini digunakan untuk mengetahui frekuensi
operasi atau kapasitas kendaraan yang digunakan pada tiap-tiap jalur.
c.
Kualitas dan standar pelayanan (quality
and standards)
Indikator ini merupakan indikator
yang paling sulit diukur karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif.
Contohnya yaitu perubahan jumlah komplain masyarakat atas pelayanan tertentu.
d.
Cakupan pelayanan (coverage)
Indikator ini perlu dipertimbangkan jika terdapat kebijakan
atau peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan
tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
e.
Kepuasan (satisfaction)
Indikator kepuasan diukur melalui metode jajak pendapat
secara langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat
(need assessment) dapat juga
digunakan untuk menetapkan indikator kepuasan. Namun, dapat juga digunakan
indikator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan indikator kinerja tersebut
memerlukan kerjasama antar unit kerja.
Contoh
Pengembangan Indikator Kinerja
Dinas/Unit Kerja
|
Indikator Kinerja
|
Rumah Sakit
|
Biaya total rata-rata rawat jalan
per pasien yang masuk
Biaya rata-rata pelayanan medis
dan paramedis per pasien yang masuk
Biaya rata-rata pelayanan umum
(non-klinis) per pasien yang masuk
Penggunaan fasilitas
Rata-rata masa tinggal pasien di
rumah sakit
Jumlah pasien rata-rata per bed per tahun
Rasio antara pasien baru dengan
pasien lama yang masuk kembali
Proporsi tingkat hunian
|
Klinik Kesehatan
|
Jumlah pelanggan yang dilayani per
hari per jumlah total penduduk untuk wilayah tertentu
|
Pekerjaan Umum
|
Panjang jalan yang dibangun atau
diperbaiki/total panjang jalan
Panjang jalan yang disapu atau
dibersihkan/total panjang jalan
Kondisi jalan
Keamanan jalan (road safety)
|
Kepolisian
|
% Jumlah kriminalitas yang tertangani/Jumlah
kriminalitas yang terdeteksi/tercatat
% Penurunan jumlah kecelakaan atau
pelanggaran lalu lintas
% Jumlah pengaduan masyarakat yang
tertangani/Jumlah total pengaduan masyarakat yang masuk
|
DPR/DPRD
|
% Jumlah pengaduan dan tuntutan
masyarakat yang tertangani/Jumlah total aspirasi yang masuk
Jumlah rapat yang dilakukan per
bulan/tahun
Jumlah peraturan yang dihasilkan
per bulan/tahun
% Jumlah peserta rapat per total
anggota
|
Dipenda
|
% Jumlah pendapatan yang
terkumpul/potensi
|
I. INDIKATOR KINERJA DAN
PENGUKURAN VALUE FOR MONEY
Menurut Mahmdi (2005:97) dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik
menyatakan karakteristik indikator
kinerja sebagai berikut :
a. Sederhana dan
mudah dipahami,
b. Dapat diukur,
c. Dapat
dikualifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio persentase dan angka,
d. Diakitkan dengan
standar atau target kinerja,
e. Berfokus pada
costumer service, kualitas dan efisiensi,
f. Dikaji secara teratur.
Value for money merupakan konsep pengelolaan
organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas.
Value for money merupakan inti dari pengukuran
kinerja pada organisasi pemerintah. Permasalahan yang sering dihadapi oleh
pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur output
karena output yang dihasilkan tidak
selalu berupa output berwujud tetapi lebih banyak berupa intangible output. Untuk dapat mengukur kinerja pemerintah maka
perlu diketahui indikator-indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja.
Mekanisme yang diperlukan untuk menentukan indikator kinerja, antara lain :
1) Sistem perencanaan
dan pengendalian
Meliputi proses, prosedur, dan
struktur yang memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan
dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando
yang jelas yang didasarkan pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi, kewenangan
serta tanggungjawab.
2) Spesifikasi dan
standarisasi
Kinerja suatu kegiatan, program, dan
organisasi diukur dengan menggunakan spesifikasi teknis secara detail untuk
memberikan jaminan bahwa spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standar
penilaian.
3) Kompetensi teknis dan
profesionalisme
Untuk memberikan jaminan
terpenuhinya spesifikasi teknis dan standarisasi yang ditetapkan maka
diperlukan personel yang memiliki kompetensi teknis dan professional dalam
bekerja.
4) Mekanisme ekonomi dan
mekanisme pasar
Mekanisme ekonomi terkait dengan
pemberian penghargaan dan hukuman (reward
and punishment) yang bersifat finansial, sedangkan mekanisme pasar terkait
dengan penggunaan sumber daya yang menjamin terpenuhinya value for money. Ukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk
memberikan penghargaan dan hukuman (alat pembinaan).
5) Mekanisme sumber daya
manusia
Pemerintah perlu menggunakan
beberapa mekanisme untuk memotivasi stafnya untuk memperbaiki kinerja personal
dan organisasi.
Peran
indikator kinerja bagi pemerintah antara lain :
a.
Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi
b.
Untuk mengevaluasi target akhir (final
outcome) yang dihasilkan
c.
Sebagai masukan untuk menentukan skema insensif manajerial
d.
Memungkinkan bagi pemakai jasa layanan pemerintah untuk melakukan pilihan
e.
Untuk menunjukkan standar kinerja
f.
Untuk menunjukkan efektivitas
g.
Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas biaya yang paling
baik untuk mencapai target sasaran
h.
Untuk menunjukkan wilayah, bagian, atau proses yang masih potensial untuk
dilakukan penghematan biaya.
J. PENGUKURAN VALUE FOR
MONEY
Kriteria pokok manajemen publik didasari atas : ekonomi, efisiensi,
efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Dengan tujuan yang
dikehendaki masyarakat mencakup pertanggungjawaban atas pelaksanaan value for money, yaitu: ekonomis (hermat
cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumberdaya, efisiensi (berdaya guna) dalam
penggunaan sumberdaya, serta efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan
atau sasaran.
Untuk mengukur kinerja organisasi dapat dilakukan secara
obyektif digunakanlah indikator kinerja,
yang idealnya terkait paada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan.
K. PENGEMBANGAN INDIKATOR VALUE FOR MONEY
Peran indikator kinerja adalah untuk menyediakan informasi
sebagai pertimbangan untuk pembuatan keputusan. Indikator value for money dibagi menjadi dua bagian, yaitu: indikator alokasi
biaya (ekonomi dan efisisensi), dan indikator kualitas pelayanan (Efektifitas).
Indikator kinerja harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal maupun eksternal
dan juga akan membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan anggaran
dan dalam mengawasi kinerja anggaran.
a. Tiga pokok bahasan
dalam indikator value for money:
·
Ekonomi
Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan maukan (cost of input). Dengan kata lain,
ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa input dengan tingkat kualitas
teretentu pada harga terbaik yang dimungkinkan (spending less).
·
Efisiensi
Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitasnya.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output
yang dihasilakn terhadap input yang diguakan (cosh of output), dan dapat dikatakan efisien apabila suatu produk
atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana
yang serendah-rendahnya (Spending well).
·
Efektifitas
Pada dasarnya berhubungan erat dengan pencapaian tujuan atau
target kebijakan (hasil guna). Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila
proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).
Dari uraian diatas value for money sangat berkaitan.
Ekonomi membahas masukan (input),
efisiensi membahas masukan (input)
dan keluaran (output), dan
efektifitas membahas mengenai keluaran (output)
dan dampak (outcome). Dan hubungan
nya dapat digambarkan sebagai berikut:
b. Indikator efektifitas biaya
(Cost-Effectiveness)
Indikator efisiensi dan efektifitas harus digunakan secara
bersama-sama. Karena disatu pihak mungkin pelaksanaanya sudah dilakukan secara
ekonomis dan efisien akan tetapi output
yang dihasilkan tidak sesuai target. Sedang dipihak lain, program dikatakan
efektif dalam mencapai tujuan, tetapi tidak dicapai dengan cara ekonomis dan
efisien. Jika suatu program efektif dan efisien maka program tersebut dikatakan
cost-effectivenness.
L.
LANGKAH-LANGKAH PENGUKURAN VALUE
FOR MONEY
Ø Pengukuran
Ekonomi
Pengukuran
ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan dan merupakan ukuran
relatif.
Ø Pengukuran
Efisiensi
Efisiensi
dapat diukur dengan rasio antara output
dengan input.
Rasio
efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi dalam bentuk relative,
karena efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan masukan, maka
perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara:
-
Meningkatkan output pada tingkat input yang sama
-
Meningkatkan output dalam proporsi
yang lebih besar daripada proporsi peningkatan input.
-
Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
-
Menurunkan input dalam proporsi yang
lebih besar daripada proporsi penurunan output.
Ø Pengukuran
Efektifitas
Efektifitas
adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila
suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan
telah berjalan dengan efektif.
Ø Pengukuran
Outcome
Outcome adalah dampak suatu program atau
kegiatan terhadap masyarakat. Outcome
lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap
masyarakat, sedangkan outcome
mengukur kualitas output dan dampak
yang dihasilkan (Smith, 1996)
Ø Estimasi Indikator Kinerja
Estimasi dapat dilakukan dengan
menggunakan :
a.
Kinerja tahun lalu
Digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi indikator
kinerja. Karena merupakan perbandingan bagi unit untuk melihat seberapa besar
kinerja yang telah dilakukan. Disamping itu terdapat time lag antara aktivitas yang telah dilakukan dengan dampak yang
timbul dari aktivitas tersebut. Dampak yang timbul pada tahun sekarang dapat
dirasakan pada tahun yang akan datang.
b. Expert
Judgement
Digunakan karena kinerja tahun lalu yang sangat berpengaruh
terhadap kinerja berikutnya. Teknik ini menggunakan pengetahuan dan pengalaman
dalam mengestimasi indikator kinerja. Expert
judgrment digunakan untuk melakukan estimasi kinerja. Selain itu dari segi
biaya juga tidak terlalu mahal. Tetapi mempunyai kelemahan yaitu sangat
tergantung pada pandangan subyektif para pengambil keputusan. Dampak dari
pencapaian kinerja tidak secara otomatis dapat dikatakan bahwa unit tersebut
mengalami peningkatan kinerja.
c. Trend
Digunakan dalam mengestimasi indikator kinerja karena adanya
pengaruh waktu dalam pencapaian kinerja unit kerja.
d.
Regresi
Regresi dilakukan untuk menentukan seberapa besar pengaruh
variabel-variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen.
Ø Pertimbangan dalam Membuat Indikator Kinerja
Langkah awal dalam membuat indikator kinerja ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas adalah memahami operasi dalam menganalisis kegiatan
dan program yang akan dilaksanakan. Terdapat dua jenis kebijakan yaitu input dan proses yang mempunyai tujuan
untuk mengatur alokasi sumber daya input
untuk dikonversi menjadi output
melalui satu atau beberapa proses konversi atau operasi.
Hasil kebijakan ada tiga jenis, yaitu : output, akibat,
dampak, dan distribusi manfaat. Output
yang diproduksi diharapkan akan memberikan sejumlah akibat dan dampak yang
positif tehadap tujuan program. Hal ini disebut dengan outcome program.
Apabila ukuran outcome
tidak bersedia dan ukuran efektivitas suatu program yang dapat dikuantifikasi
tidak dapat ditentukan, maka perlu dikembangkan ukuran kinerja antara. Karena
ukuran kinerja pengganti tidak dapat mengukur secara tepat dalam pencapaian
program. Terlalu banyak perhatian terhadap ukuran pengganti tersebut dapat
menyebabkan perilaku disfungsional pada manajer dan pengambilan keputusan.
Contoh indikator kinerja di Perguruan Tinggi
Pertimbangan
Input
|
|
Input
Mahasiswa
|
-
Latar belakang sosial ekonomi
-
Latar belakang budaya
|
Sumber
Daya
|
-
Jumlah dosen
-
Fasilitas
|
Indikator
Proses
|
|
Staf
|
-
Kualitas dosen
-
Tingkat perpindahan dosen
|
Perkuliahan
|
-
Frekuensi temu kelas dan konsultasi
-
Rasio dosen
|
Kurikulum
|
-
Mata kuliah utama
-
Mata kuliah pilihan
|
Daya
Dukung Pendidikan
|
-
Forum-forum ilmiah
-
Saran olahraga
|
Organisasi
|
-
Manajemen perguruan tinggi
-
Organisasi mahasiswa
|
Mutually
|
-
Tingkat ekspektasi dosen
-
Tingkat tanggung jawab mahasiswa
|
Indikator
Output
|
|
Mahsiswa
|
-
Sikap dan perilaku masasiswa
-
Tingkat kehadiran dan ketidak hadiran
|
Dosen
|
-
Tingkat kehadiran dan ketidakhadiran
-
Keterlambatan
|
DAFTAR
PUSTAKA
Bastian,
Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik:
Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Itulah sedikit ulasan tentang makalah tersebut.
untuk lebih jelasnya bisa kalian download dengan format DOC.DISINI!!
Trimakasih wasalamualaikum Wr.Wb.
untuk lebih jelasnya bisa kalian download dengan format DOC.DISINI!!
Trimakasih wasalamualaikum Wr.Wb.
No comments:
Post a Comment